Bendesa Agung Temui Kepala Kejaksaan Tinggi Bahas Tindaklanjut Instruksi MDA Ke Desa Adat Atas Keberadaan Sampradaya

oleh -460 views

TargetNusa | Denpasar – Tidak butuh waktu lama bagi Majelis Desa Adat (MDA) Bali untuk berupaya menuntaskan permasalahan silang pendapat perihal sampradaya, termasuk Hare Krishna yang secara teologi sangat berbeda dengan Hindu Drestha Bali, yang belakangan ini terus merebak dan diduga menimbulkan potensi gangguan ketertiban di kalangan Krama Adat Bali.

Setelah mengeluarkan instruksi yang tegas melarang aktivitas Sampradaya, termasuk Hare Krishna berdasarkan Pasangkepan diperluas dihadiri Prajuru Harian MDA Bali dan Bandesa Madya Kabupaten/Kota se-Bali dipimpin langsung Bandesa Agung, Ida Panglingsir Agung Putra Sukahet dan Panyarikan Agung, I Ketut Sumarta pada Rabu (5/8) di Sekretariat MDA Bali yang selanjutnya dipublikasikan pada Kamis (6/8).

Bandesa Agung, Ida Panglingsir Agung Putra Sukahet didampingi Panyarikan Agung, I Ketut Sumarta serta Patajuh Bandesa Agung Bidang Kelembagaan, I Made Wena., Patajuh Bandesa Agung Bidang Keagamaan, I Gusti Made Ngurah., Patajuh Panyarikan Agung, I Made Abdi Negara menemui Kepala Kejaksaan Tinggi Bali, Erbagtyo Rohan, S.H., M.H didampingi jajaran Kejaksaan Tinggi Bali pada Jumat (7/8) di Kantor Kejaksaan Tinggi Bali, Renon Denpasar.

Bertempat di ruangan Kepala Kejaksaan Tinggi Bali pertemuan yang sekaligus menyerahkan tembusan surat yang ditujukan kepada Jaksa Agung tersebut, bertujuan untuk menindaklanjuti intruksi MDA Bali sesuai kewenangan yang dimiliki oleh MDA Bali sesuai Peraturan Daerah Nomir 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali, Paruman Agung Tahun 2019 dan Anggaran Dasar MDA Bali kepada Desa Adat dan membahas surat MDA Bali kepada Jaksa Agung.

Bandesa Agung, Ida Panglingsir Agung Putra Sukahet menjelaskan dasar intruksi dan surat kepada Jaksa Agung dalam upaya mengakhiri silang pendapat tentang sampradaya, termasuk Hare Krishna
yakni teologi yang sangat berbeda antara sampradaya, termasuk Hare Krishna dengan Hindu Drestha Bali yang menjadi pondasi utama keberadaan Desa Adat di Bali yang telah ajeg selama ribuan tahun instruksi tersebut melarang sampradaya, termasuk Hare Krishna untuk melaksanakan kegiatan di Pura Kahyangan Tiga, Pura Dang Kahyangan atau Kahyangan Jagat di wewidangan Desa Adat, Padruwen Desa Adat dan fasilitas umum di wewidangan Desa Adat.

Selain itu, MDA dalam instruksinya juga mendorong peran aktif Desa Adat untuk mendata sekaligus menginventarisasi keberadaan sampradaya, termasuk Hare Krishna di wewidangan masing – masing dan selanjutnya memantau, mencegah/melarang penyebaran ajaran sampradaya, termasuk Hare Krishna kepada Krama Adat dan Krama Tamiu, yang tidak sesuai dengan ajaran Hindu Drestha Bali di wewidangan Desa Adat masing – masing.

Selain menegaskan secara teologis dan ritual yang sangat berbeda, Bandesa Agung juga menegaskan Hare Krishna banyak melakukan pelanggaran – pelanggaran yang mendasar, seperti tidak menghormati etika antar keyakinan yang berbeda, ungkapan – ungkapan yang menyudutkan upacara Hindu Bali, Drestha Desa Adat, serta secara massif menyebarkan misi
keyakinan Hare Krishna di tengah – tengah umat Hindu Bali, di sekolah serta melakukan manipulasi ajaran – ajaran Hindu yang dikonversi ke dalam ajaran Hare Krishna.

Bandesa Agung, Ida Panglingsir Agung Putra Sukahet berharap dengan pertemuan dan koordinasi yang dilakukan setelah
proses penerbitan instruksi, dapat segera meredam situasi, mengakhiri silang pendapat, sekaligus menuntaskan permasalahan yang terjadi sehingga krama adat Bali dapat kembali
fokus pada upaya membangun kerukunan, ketertiban di kalangan masyarakat Bali.

Editor    : A.S Hanafi/Ngakan Udiana
Sumber : Majelis Desa Adat Provinsi Bali

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *