Ketua Karang Taruna Saebus Diduga Depak Pengurus dan anggota dari WAG Akibat Kritik: Wajah Buram Demokrasi Organisasi Pemuda

oleh -339 views
Oplus_0

SUMENEP, Targetnusa.com –
Kebebasan berpendapat kembali dipertanyakan di tubuh organisasi pemuda. Ketua Karang Taruna Desa Saebus, Kecamatan Sapeken, Sumenep, diduga mengeluarkan sejumlah pengurus dan anggota dari grup WhatsApp (WAG) internal organisasi hanya karena menerima kritik dan pertanyaan seputar transparansi pengelolaan dana dan kegiatan.

Langkah ini menuai sorotan tajam dari kalangan pemuda desa, yang menilai tindakan tersebut sebagai bentuk antidemokratis dan mencederai semangat partisipatif dalam tubuh organisasi sosial kemasyarakatan.

Salah satu anggota Karang Taruna Lusandi mengaku dirinya dan beberapa rekan lain dikeluarkan dari grup dengan Alasan tidak ikut Pelantikan.

“saya heran kenapa baru setelah 2 tahun ketua sadar bahwa kita tidak ikut pelantikan padahal dia sendiri dan pengurus inti yang mengajak dan memasukkan kita ikut karang taruna saya rasa teman-teman juga sadar hanya beberapa orang saja yamg ikut pelantikan dan itu hanya anggota pengurus sanja dan bahkan bukan pengurus, apa karna saya dan teman-teman menanyakan transparansi anggaran saya yakin hal ini membuat saya dan teman-teman semakin curiga ada ada sesuatu yang janggal.” ujarnya dengan rasa curiga.

Tindakan sepihak ketua ini dinilai mencerminkan lemahnya budaya akuntabilitas dan rendahnya kemampuan menerima kritik dalam sistem organisasi pemuda di level desa. Padahal, dalam konteks pembangunan sosial, Karang Taruna seharusnya menjadi ruang pembelajaran demokrasi, dialog, dan manajemen kolektif.

“Kami hanya bertanya dan menyarankan agar anggaran kegiatan Karang Taruna yang katanya Rp30 juta di bulan Agustus bisa dijelaskan secara rinci. Tapi justru kami dikeluarkan dari grup. Apakah ini organisasi, atau kerajaan?” ujarnya geram.

Sementara itu, sejumlah pemuda desa Saebus kini mulai mendesak agar kepemimpinan Karang Taruna dievaluasi melalui musyawarah luar biasa. Mereka menuntut transparansi, pelibatan pengurus secara kolektif, dan pembentukan sistem komunikasi yang sehat.

Isu ini bukan hanya soal siapa yang dikeluarkan dari grup, tetapi soal etika kepemimpinan, integritas organisasi, dan masa depan partisipasi generasi muda di desa. Jika suara kritis dibungkam, lalu kepada siapa Karang Taruna akan bertanggung jawab?.(Red/TN)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *